Penalaran
adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera
(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi
– proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau
dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Sedangkan menurut Gorys
Keraf dalam bukunya yang berjudul “Argumentasi dan Narasi” Penalaran (proposisi, reasoning, jalan pikiran) adalah suatu
proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau
evidensi-evidensi yang diketahui menuju suatu kesimpulan.
Proposisi
Fakta atau data yang
akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar. Kalimat pernyataan yang
dapat dipergunakan sebagai data itu disebut proposisi.
Proposisi berbentuk
kalimat berita netral. Kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat harapan, dan
kalimat inverse (kalimat yang predikatnya mendahului subjek) tidak disebut
proposisi.
Contoh:
1.
Ayam adalah burung.
2.
Indonesia menjadi Negara makmur.
Proposisi dapat dibedakan
berdasarkan
a.
Jenis
b.
Criteria
Berdasarkan jenis
dibedakan dengan lingkaran yang disebut lingkaran Euler. Suatu perangkat yang
tercakup dalam subjek sama dengan perangkat yang terdapat dalam predikat. Semua S adalah semua P Semua sehat adalah semua
tidak sakit.
S=P
Jenis proposisi
berdasarkan kriteria:
1.
Berdasarkan bentuk : proposisi tunggal
dan proposisi majemuk.
2.
Berdasarkan sifatnya : proposisi kategorial
dan proposisi kondisional.
3.
Berdasarkan kualitas : proposisi posititif
(afirmatif) dan proposisi negative.
4.
Berdasarkan kuantitas : proposisi umum
(universal) dan proposisi khusus (partikular).
Macam penalaran:
1.
Penalaran deduktif
2.
Penalaran induktif.
Inferensi
Kata inferensi berasal dari kata Latin inferred yang berarti menarik kesimpulan. Atau dengan kata lain,
inferensi adalah suatu proses untuk menghasilkan informasi dari
fakta yang diketahui. Inferensi adalah
konklusi logis atau implikasi berdasarkan informasi yang
tersedia. Dalam sistem pakar, proses inferensi dialakukan dalam suatu
modul yang disebut inference engine. Ketika representasi pengetahaun pada
bagian knowledge base telah lengkap,
atau paling tidak telah berada pada level yang cukup akurat, maka
representasi pengetahuan tersebut telah siap digunakan.
Implikasi
Kata implikasi berasal dari bahasa Latin, yang
berarti melibat atau merangkum. Artinya akibat, seandainya
dikaitkan dengan konteks bahasa hukum, misalnya implikasi hukumnya, berarti
akibat hukum yang akan terjadi berdasarkan suatu peristiwa hukum yang terjadi.
Bahasa hukum sebenarnya tidak rumit, prinsipnya bahasa hukum masih mengikuti kaidah EYD, bahasa Indonesia baku. Tetapi, untuk konteks tertentu, ada hal-hal yang tidak bisa mempergunakan bahasa Indonesia baku.
Bahasa hukum sebenarnya tidak rumit, prinsipnya bahasa hukum masih mengikuti kaidah EYD, bahasa Indonesia baku. Tetapi, untuk konteks tertentu, ada hal-hal yang tidak bisa mempergunakan bahasa Indonesia baku.
Wujud Evidensi
Unsur yang paling penting dalam
suatu tulisan argumentatif adalah evidensi. Pada hakikatnya evidensi
adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas,
dan sebagainya yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta
dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur-adukkan dengan apa yang
dikenal dengan pernyataan dan penegasan. Pernyataan tidak
berpengaruh apa-apa pada evidensi, ia hanya sekedar menegaskan apakah suatu
fakta itu benar atau tidak. Fakta adalah sesuatu yang sesungguhnya
terjadi, atau sesuatu yang ada secara nyata.
Cara Menguji Data
Ditujukan supaya data dan informasi
dapat dipergunakan dalam penalaran data dan informasi itu harus merupaka fakta.
Dibawah ini merupak cara untuk pengujian data.
a.
Obervasi
Fakta yang diajukan sebagai evidensi
mungkin belum memuaskan seseorang pengarang atau penulis. Untuk lebih
meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat mengunakan sebaik – baiknya
dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka kadang – kadang pengarang merasa
perlu untuk mengadakan peninjauan atau obervasi singkat untuk mengecek data
atau informasi itu.
b.
Kesaksian
Keharusan menguji data dan
informasi, tidak harus selalu dilakuan dengan obervasi. Kadang sangat sulit untuk
mengaharuskan seorang mengadakan obervasi atas obyek yang akan dibicarakan.
c.
Autoritas
Cara ketiga untuk menguji fakta
dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu otoritas,
yakin dari pendapat seorang ahli, atau mereka yang menyelidiki fakta dengan
cermat, memperhatikan semua kesaksian,menilai semua fakta kemudian memberikan
pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.
Cara Menguji Fakta
Untuk menetapkan apakah data atau
informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan
penelitian, apakah data” atau informasi itu merupakan kenyataan atau hal yang
sunguh – sunguh terjadi.
a. Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk
mengatakan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah konsistenan.
b. Koharensi
Dasar kedua yang bisa dipakai untuk
mungji fakta yang dapat diperguanakan sebagai evidenis adalah masalah koharensi.
Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi harus pula khoren dengan
pengalam manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku.
Cara Menilai Autoritas
Seorang penulis yang baik dan
obyektif selalu akan menghindari semua desas – desus, atau kesaksian dari
tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan
pendapat saja, atau pendapat yang sunguh – sunguh didasarkan atas penelitian
atau data – data eksperimental. Untuk menilai suatu autoritas, penulis dapat
memeilih beberapa pokok berikut:
a.
Tidak
Mengandung Prasangka
Dasar pertama yang perlu diketahui
oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung
prasangka, pendapat itu disusun oleh beradasarkan penelitian yang dilakukan
oleh ahli itu sendiri, atau berdasarkan pada hasil – hasil eksperimental yang
dilakukannya.
b.
Pengalam
dan Pendidikan Autoritas
Dasar kedua yang harus
diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu auoriatas adalah menyangkut
pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan
awal.
c.
Kemashuran
dan Presite
Faktor ketiga yang harus
diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah
pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar
bersembunyi dibalik kemasruhan dan prestise pribadi dibidang lain.
d.
Khorensi
dengan Kemajuan
Hal yang keempat yang perlu
diperhatikan penulis argimentasi adalah apakah pendapat yang diberkan autoritas
itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau khoren dengan pendapat
atau sikap terakhir dalam bidang itu.
Sumber:
Keraf Gorys, Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit
PT Gramedia, 1989.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar