Jumat, 12 Oktober 2012

Wacana Yang Membedakan Pemanfaatan Bahasa Indonesia Pada Tataran Ilmiah, Semi Ilmiah, dan Non Ilmiah

Wacana Yang Membedakan Pemanfaatan Bahasa Indonesia Pada Tataran Ilmiah, Semi Ilmiah, dan Non Ilmiah

Wacana Ilmiah
Wacana Ilmiah adalah tulisan yang berisi argumentasi penalaran keilmuan, yang dikomunikasikan lewat bahasa tulis    yang formal dengan sistematis-metodis dan sintesis-analitis.
Dalam tataran ilmiah, bahasa Indonesia sangat wajib diperlukan terutama dalam penulisan karya ilmiah, sehingga bahasa yang baik dan benar sangat diperlukan agar pemahaman bahasa dalam satu paragraph ke paragraph lainnya dapat dimengerti.
Bahasa indonesia yang baik seharusnya sudah di tanamkan sejak dini, agar anak-anak dapat berbahasa dengan baik dan sopan. Sekarang ini kebanyakan bahasa telah mulai dipersalahgunakan oleh banyak orang, yang menggunakan bahasa tersebut tidak pada tempatnya sehingga menimbulkan kerancuan dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, sebaiknya sejak dini kita harus membiasakan diri menggunakan bahasa yang baik dan benar sehingga pemanfaatan bahasa dapat di rasakan dengan baik oleh semua pihak.
Contoh penggunaan bahasa dalam tataran ilmiah
Makalah Ringkas
PERILAKU EMPAT KATA PENUNJUK ARAH DALAM BAHASA
BALI
I Dewa Putu Wijana
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada
1. Pendahuluan
Dari berbagai bahasa, bahasa Bali mungkin merupakan salah satu bahasa yang memiliki kata penunjuk arah (mata angin) yang memiliki perilaku yang unik bila dilihat secara linguistis, khususnya dari aspek morfologis dan sintaktis. Hanya kata-kata penunjuk arah inilah yang bisa dikenai proses morfologis dan sintaktis tertentu, dan proses itu tidak pernah atau jarang sekali dapat dikenakan pada kata-kata yang lain. Tulisan singkat ini akan mendeskripsikan keunikan-keunikan itu, dan berusaha mencari penjelasan mengapa keunikan itu bisa terjadi. Dalam bahasa Bali, empat kata penunjuk arah yang utama diungkapkan dengan satuan lingual kangin timur , kauh barat , kaja selatan , dan kelod utara . Secara etimologis kata kelod berasal dari ke laut lewat proses persandian (au>O) dan korespondensi /t/ dan /d/ dan pengubahan fungsi preposisi ke menjadi suku awal . Hilangnya sifat kontras antara /t/ dan /d/dalam hal ini disebut dengan netralisasi (Martinet, 1987, 85; Verhaar, 1996, 85). Oleh karenanya, tidak mengherankan bila orang orang Bali menyebut tempat yang mengarah atau menuju ke laut dengan kelod walaupun secara geografis tempat-tempat itu berada di barat, selatan, atau timur. Orang Bali sering mengatakan Engken pasihe ento kelode Mana lautnya di sanalah kelod . Kata lod dalam hal ini agaknya secara diakronis berkorespondensi dengan kata lor dalam bahasa Jawa yang bermakna utara hanya saja kemudian terjadi perubahan dalam bahasa Bali menjadi tempat yang menuju ke laut . Dengan kontrusksi itu kata-kata penunjuk arah merupakan kata-kata yang sangat tinggi frekuensi pemakaiannya karena begitu dekat hubungannya dengan kehidupan orang Bali. Misalnya dalam dikotomi budaya Bali kaja adalah gunung sebagai pusat kemakmuran dan kesuburan. Kelod adalah tempat yang menuju laut. Kangin adalah tempat matahari terbit, dan kauh adalah tempat matahari tenggelam. Dekatnya hubungan arah dan kehidupan manusia inilah yang menyebabkan kata-kata ini memiliki perlakuan linguistik tertentu di dalam pemakiannya. Hal ini agaknya belum pernah mendapatkan perhatian dari ahli-ahli bahasa yang bergelut dengan bahasa Bali. Dalam tulisan ini ditemukan dua buah proses linguistik yang khas dialami oleh kata-kata penunjuk arah ini, yakni kontraksi preposisi di dan pembubuhan afiks be- yang secara berturut-turut diuraikan dalam 2 dan 3.
2. Kontraksi preposisi di
Perubahan bunyi yang terjadi di dalam bahasa tidak hanya terjadi dalam tataran Leksikon, tetapi mungkin pula ditemukan dalam tataran yang lebih tinggi, seperti frasa dan kalimat (Pastika, 2004a, 1; 2004b, 52). Kontraksi di yang melekat pada kata-kata penunjuk arah yang akan dibicarakan berikut ini pada hakikatnya merupakan perubahan bunyi pada tataran frase. Kontraksi adalah proses peringkasan leksem dasar atau gabungan leksem, seperti tidak menjadi tak, tidak ada menjadi tiada, dsb. (Kridalaksana 1993, 121). Definisi ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Crystal (1978, 89) yang mengemukakan bahwa kontraksi adalah:
The process or result of phonologically reducing a linguistic form so that it comes to be attached to an adjacent linguistic form or fusing a sequence of forms so that they appear as a single form.
Dengan terjadinya kontraksi secara diakronis maka semua kata-kata penunjuk arah angin dalam bahasa Bali berawal dengan bunyi /k/, yakni kangin, kauh, kaja, dan kelod. Kata kaja, kelod, kangin, dan kauh adalah nomina yang bila digunakan untuk menunjuk tempat tertentu harus mengambil bentuk yang lain, yakni dangin, dauh, daja, dan delod. Bila tidak maka kata kangin hanya dapat digunakan sebagai nomina biasa, seperti dalam ungkapan Tusing nawang kaja kelod tidak tahu selatan dan utara atau Tusing nawang kangin kauh Tidak tahu timur dan barat . Adapun kalau arah itu menunjuk tempat akan digunakan seperti berikut ini:
1.    Dajan rurung-e ada anak ng-adep kembungan
Di selatan jalan-nya kl ada orang jual trans balon
Di selatan jalan ada orang yang menjual balon2

2.    I Belog ulung di delod pangkung-e
Art. Belog ND jatuh di utara jurang kl
I Belog jatuh di sebelah utara jurang
3.    Dauh tukade tusing ada yeh.
Utara sungai tidak ada air
Di utara sungai tidak ada air
4.    Dangin tiange umah-ne.
Timur saya kl rumah pos.
Di sebelah timur rumah saya rumahnya
3. Prefiksasi be-
Dalam buku-buku tata bahasa bahasa Bali agaknya jarang sekali atau mungkin tidak ada yang membicarakan afisk be-. Dengan kata lain afiks-afiks ini dianggap tidak ada dalam bahasa Bali. Akan tetapi, secara sinkronis jelas sekali bahwa di dalam bahasa Bali ada kata-kata bedauh jauh di barat , bedelod jauh di utara , bedaja jauh di selatan , bedangin jauh di timur . Dengan demikian, dicurigai ada proses morfologis seperti di bawah ini:
be- + dauh > bedauh
be- + delod > bedelod
be- + daja > bedaja
be- + dangin > bedangin
Adapun pemakaiannya dapat dilihat dalam (14), (15), (16), dan (17) di bawah ini:
5.    + Dija ada balih-balihan?
Di mana KT ada tontonan
Di mana ada tontonan?
- Ditu bedaja.
Di sana di selatan
Di sana di selatan
6.    Bedangin tusing ada apa-apa.
di timur tidak Neg ada apa-apa
Di timur tidak ada apa-apa
7.    Ada apa bedauh?
ada apa KT di barat
Ada apa di barat?
8.    Umah-ne bedelod, tusing dini.
Rumah-nya pos di utara, bukan Neg. di sini
Rumahnya di utara, bukan di sini
Afiks be- yang melekat pada keempat kata penunjuk arah itu bermakna gramatikal tempat yang jauh dari pembicara.Bila orang Bali ingin menunjuk
tempat yang dipandang tidak terlalu jauh, maka ia akan menggunakan klitika ne.
Kata-kata penunjuk arah yang berklitika ne ini dapat didahului dengan kata dini
di sini .
9.    + Lakar kija, Beli?
mau ke mana KT, Kakak
Mau pergi ke mana, kakak?
- Dini, dauh-ne jep.
di sini di barat Kl sebentar
Di sini di barat sebentar
4. Catatan Penutup
Proses linguistik apapun jenisnya yang terdapat di dalam bahasa bahasa ternyata tidak terjadi pada sembarang bentuk kebahasaan, dan dapat dikenakan secara analogis pada bentuk-bentuk serupa yang lain. Untuk ini diperlukan syarat yang lain, yakni bentuk itu lazimnya memiliki ciri tertentu dan mempunyai frekuensi pemakaian yang sangat tinggi, bahkan mungkin secara kultural begitu dekat atau penting hubungannya dengan kehidupan masyarakatnya.
Untuk mencapai penjelasan yang memuaskan analisis sinkronis pada saat-saat tertentu membutuhkan penjelasan yang bersifat diakronis. Hal ini agaknya berkaitan dengan prinsip uniformasi yang dikemukakan oleh Bell (1976, 187-191; periksa juga Wardaugh, 1988, 18) yang mengemukakan bahwa:
The linguistic process which we observe to be taking place around us are the same as those which have operated in the past, so that there can be no clean break between synchronic matters and diachronic ones.
Dalam hubungannya dengan kontraksi di dalam bahasa Bali semakin jelas bahwa batas-batas tataran linguistik, leksikon, fonologi, morfologi, dan sintaksis semakin tidak jelas (kabur). Di dalam bahasa terdapat morfem-morfem yang bergabung dengan satu satuan tertentu saja yang disebut dengan morfem unik (Ramlan, 1987, 82), ada morfem yang dapat bergabung dengan berbagai jenis morfem, dan dalam kaitannya dengan afiks be- dalam bahasa Bali, morfem ini hanya bergabung dengan morfem dasar penunjuk arah yang bila konsep keunikan ini diperluas, yakni dapat pula diterapkan untuk morfem terikat, maka be- dalam bahasa bali disebut sebagai morfem semiunik.

Wacana Semi Ilmiah
Wacana semi-ilmiah adalah tulisan yang berisi informasi faktual, yang diungkapkan dengan bahasa semiformal, tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering “dibumbui” dengan opini pengarang yang kadang-kadang subjektif.
Contoh bahasa dalam tataran semi ilmiah
KabarIndonesia – Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, melaui dinas pekerjaan umumnya (DPU) terus mempermulus jalan-jalan trans propinsi yang ada dikabupaten Tanah Bumbu itu. Pekerjaan yang dilaksanakan oleh PT. Adhi Karya tersebut, sangat terasa manfaatnya oleh masyarakat.
“Khususnya para pengguna jalan trans provinsi, baik yang dari Banjarmasin menuju Batulicin dan Kotabaru,” kata Fadli MHM, yang kesaharian sebagai pengemudi angkutan penumpang Banjarmasin – Batulicin PP.
“Dulu, sebelum jalan ini diperbaiki, dari Batulicin menuju Banjarmasin bisa memakan waktu hingga 7 jam perjalanan. Tetapi sekarang bisa ditempuh cukup dengan 5 jam saja,” ujar Fadli.

Wacana Non Ilmiah
Non Ilmiah (Fiksi) adalah satu ciri yang pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang berupa kisah rekaan. Kisah rekaan itu dalam praktik penulisannya juga tidak boleh dibuat sembarangan, unsur-unsur seperti penokohan, plot, konflik, klimaks, setting dsb.
Contoh penggunaan bahasa dalam tataran non-ilmiah

AKU

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi



Sumber:



Rabu, 10 Oktober 2012

ToolBook



Pada kesempatan ini saya akan berbagi ilmu tentang toolbook. Materi toolbook ini pernah saya dapatkan pada kesempatan kursus Multimedia Development.
Apa yang di maksud dengan toolbook?
Toolbook merupakan salah 1 software yang bisa kita pakai untuk mendesain / menyatukan teks, gambar, suara, dan video. Sebelum kita mendalami toolbook, ada baiknya apabila kita mengenali tampilan toolbook itu sendiri.  Dan di sini saya akan memperkenalkan tentang tampilan toolbook instructor 9.50. 



Pada toolbook kita bisa bermain pada background atau page. Apa sih bedanya background dan page itu? Mungkin kita sudah mengetahui secara definisi. Background adalah latar belakang dan page adalah halaman. Ya memang betul seperti itulah definisinya. Namun pada toolbook ini, kita bisa mengetahui fungsi background dan page itu sendiri.
Apabila kita ingin membuat page baru, namun background sama maka kita dapat mengetikkan ctrl + N pada keyboard.

Namun apabila kita ingin membuat page dan background baru, maka kita dapat mengetikkan ctrl + M pada keyboard.

Dan ketika kita sedang kita berada di page dan ingin kembali ke background maka kita dapat mengklik menu view kemudian klik background.  Atau agar lebih mudah kita dapat menglik F4 pada keyboard.
Dan jangan khawatir apabila page yang kita buat ternyata kelebihan.  Kita tinggal mendouble klik pada gambar kertas yang ada di bagian bawah. Kemudian kita klik del pada keyboard. (perhatikan lingkaran merah pada gambar di bawah).

Semoga bermanfaat.





Senin, 01 Oktober 2012

Jelaskan Dengan Contoh Penggunaan Bahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar!

Sebelum berbicara tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar, alangkah baiknya apabila kita mengetahui apa yang di maksud dengan bahasa Indonesia itu sendiri. 
Pengertian
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi republik Indonesia.  dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.
Istilah bahasa baku telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Namun pengenalan istilah tidak menjamin bahwa mereka memahami secara komprehensif konsep dan makna istilah bahasa baku itu. Hal ini terbukti bahwa masih banyak orang atau masyarakat berpendapat bahasa baku sama dengan bahasa yang baik dan benar. “Kita berusaha agar dalam situasi resmi kita harus berbahasa yang baku. Begitu juga dalam situasi yang tidak resmi kita berusaha menggunakan bahasa yang baku”. (Pateda,  1997 : 30).
Menurut Anton M. Moeliono (dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, 1980), berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sebaliknya, mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai  dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan.
Ciri – ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut :
1.Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat  yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.

2. Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.

3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.

4. Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.

5. Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.
Bagaimana menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar?
“Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan sebagai pemakaian kata-kata dalam ragam bahasa yang serasi dan selaras dengan sasaran atau tujuannya dan yang terlebih penting lagi adalah mengikuti kaidah bahasa yang baik dan benar. Pernyataan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu pada ragam bahasa yang dimana memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang diucapkan biasanya adalah dalam bentuk bahasa yang baku.
“Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan sebagai pemakaian kata-kata dalam ragam bahasa yang serasi dan selaras dengan sasaran atau tujuannya dan yang terlebih penting lagi adalah mengikuti kaidah bahasa yang baik dan benar. Pernyataan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu pada ragam bahasa yang dimana memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang diucapkan biasanya adalah dalam bentuk bahasa yang baku.
Contoh : Apa yang kamu kerjakan tadi di sekolah?
Contoh lain yang saya kutip adalah pada Pembukaan Undang-Undang Dasar antara lain :
Undang-undang dasar 1945 pembukaan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perkeadilan.
Dari beberapa kalimat didalam undang-undang dasar tersebut menunjukkan  bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa yang sangat baku, dan itu merupakan pemakaian bahasa secara baik dan benar.

Fungsi Bahasa Sebagai Alat Komunikasi dan Contohnya.
§  Bahasa merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri.
Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami.
§  Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan tertentu yaitu agar kita dipahami oleh orang lain. Jadi dalam hal ini respons pendengar atau lawan komunikan yang menjadi perhatian utama kita.
§  Bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan alat untuk merumuskan maksud kita.
§  Dengan komunikasi, kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan ketahui kepada orang lain.
§  Dengan komunikasi, kita dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sejaman kita.
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan (bahsa primer) dan tulisan (bahasa sekunder). Berkomunikasi melalui lisan (dihasilkan oleh alat ucap manusia), yaitu dalam bentuk symbol bunyi, dimana setiap simbol bunyi memiliki cirri khas tersendiri. Suatu simbol bisa terdengar sama di telinga kita tapi memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Misalnya kata ’sarang’ dalam bahasa Korea artinya cinta, sedangkan dalam bahasa Indonesia artinya kandang atau tempat.
Tulisan adalah susunan dari simbol (huruf) yang dirangkai menjadi kata bermakna dan dituliskan. Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.
Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyaii fungsi utama bahasa adalah bahwa komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat. Perubahan bahasa dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Terutama pada penggunaan Fungsi komunikasi pada bahasa asing Sebagai contoh masyarakat Indonesia lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang Merokok”, “Stop” untuk “berhenti”, “Exit” untuk “keluar”, “Open House” untuk penerimaan tamu di rumah pada saat lebaran. Jadi bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya dengan satu bahasa melainkan banyak bahasa.
Contohnya :
Alat-alat itu digunakan untuk berkomunikasi misalnya gerak badaniah, alat bunyi-bunyian, kentongan, lukisan, gambar, dsb).
§  Bunyi tong-tong memberi tanda bahaya
§  Adanya asap menunjukkan bahaya kebakaran
§  Alarm untuk tanda segera berkumpul
Kesimpulan : Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Pengertian Bahasa
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.

Ciri Bahasa
Ciri-ciri dari bahasa adalah:
§  Sistematik
§  Arbiter.
§  Vokal.
§  Bermakna.
§  Komunikatif.
§  Ada di masyarakat.
Fungsi bahasa dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu fungsi bahasa secara umum dan secara khusus.
§  Fungsi bahasa secara umum
Sebagai alat untuk berkespresi. Contohnya: mampu menggungkapkan gambaran,maksud ,gagasan, dan perasaan. Melalui bahasa kita dapat menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada dan pikiran kita, sekurang-kurangnya dapat memaklimkan keberadaan kita. Misalnya seperti seorang penulis buku, mereka akan menuangkan segala seseuatu yang mereka pikirkan ke dalam sebuah tulisan tanpa memikirkan si pembaca, mereka hanya berfokus pada keinginan mereka sendiri.
Sebenarnya ada 2 unsur yang mendorong kita untuk mengekspresikan diri, yaitu:
Agar menarik perhatian orang lain terhadap kita.
Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.
Sebagai alat komunikasi
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4). Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain.

Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan dan pemikiran yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli atau menanggapi hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum..Dengan kata lain, kata besar atau luas,dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata makro akan memberikan nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Contohnya : Kata griya, misalnya lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum


Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia
                                                              



Minggu, 30 September 2012

Macet di Jakarta? Salah siapa?!

"Jakarta kota ku indah dan megah. Di situ lah aku di lahirkan" ya kurang lebihnya begitulah penggalan lagunya. Apa iya Jakarta kota yang indah dan megah? Hayooo... Menurut saya, Jakarta sih indah. Liat aja kawasan MH Thamrin, Rasuna Said, Sudirman, banyak gedung pencakar langit meeeeeennnn. Saya aja bingung kok bisa ya manusia ngebangun gedung setinggi  dan seapik itu. Ya begitu lah pemikiran anak kampung seperti saya. Apalagi kalau malam, lampu-lampu di Jakarta udah kayak tempat rekreasi. Kereennnn!!!

Tapiii......................
Macetnya itu loh. WOOW BANGET!!! Kalau bahasanya anak sekarang mah "gue tua di jalan nih coy". Terus kalau begini siapa yang harus di salahin? Bingung ya???? Ngga usah bingung lah. Kita berfikir simpel aja. Kalau terlalu serius nanti cepet tua.

Siapa sih di Jakarta yang ngga pernah ngerasain macet? Siapa sih di Jakarta yang ngga pernah ngeluh macet? Ya Petinggi negara lah jawabannya. Asik ya jadi pejabar negara, kemana-mana ngga macet. kemana-mana di kawal.

Tentu ini sangat kontras dengan kaum biasa kayak kita. Macet mungkin udah jadi makanan sehari-hari kita. Setuju? Udah setuju aja biar cepet.

Coba di fikir lagi, sebenernya yang bikin macet tuh siapa? sebenernya yang bikin macet tuh apa? Menurut saya sih yang bikin macet ya kita-kita juga (pengguna jalan). Coba masing-masing menghitung di rumah punya berapa kendaraan? 1? 2? 4? 6?

Salah satu hal yang bikin Jakarta macet itu adalah jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan besarnya jalan. Disini saya tidak akan membahas soal produksi kendaraan. Tapi saya akan membahas tentang kesadaran kita sebagai warga Jakarta.

Coba aja kita dengar harapan warga Jakarta soal CaGub kita. Pasti mereka berharap kemacetan di Jakarta bisa berkurang. Betul? Menurut saya, program kerja CaGub CaWaGub tidak akan berjalan mulus kalau kita (warganya) tidak berpartisipasi.

Mudah saja caranya. Kurangi pemakaian kendaraan pribadi, dan cobalah menggunakan kendaraan umum. Selain bisa memberikan masukan kepada para supir angkot / lainnya. Kita juga bisa menghemat pemakaian BBM di Jakarta. Apalagi sempat ada wacana kalau premium sudah langka.

Mungkin kita bisa bercermin dari negara tetangga. Kaya / miskin. Tua / muda, tidak malu untuk menggunakan transportasi umum. Salah satu penyebab mereka memilih tidak membeli/tidak menggunakan kendaraan pribadi adalah karena biaya kendaraan dan pajak kendaraan yang relatif tinggi.

Jadi buat warga Jakarta yang suka mengeluh macet. Udah saatnya kita beralih ke kendaraan umum. Ya tentu dengan catatan sarana, prasarana, dan keamanan kendaraan umum tersebut mesti lebih di tingkatkan lagi. 

God Bless You JAKARTA.......................................:)

MENGAPA PENYESALAN SELALU DATANG BELAKANGAN?

Mungkin kalimat "mengapa penyesalan selalu datang belakangan?" sering sekali muncul di benak kita. Mungkin kita sering sekali bertanya seperti itu tanpa mencari tau jawabannya.

Kadang manusia berfikir, Tuhan tidak adil. Kalau Tuhan itu Maha Adil, Tuhan tidak mungkin membuat saya menyesal seperti ini. Tapi menurut saya, Tuhan itu benar-benar Maha adil. Tuhan tidak mungkin membiarkan hamba-Nya berlarut-larut dalam rasa penyesalan. Tuhan tentu tidak akan membiarkan hamba-Nya berjalan seorang diri. Tuhan memberikan kita rasa penyesalan agar kita mau belajar. Agar kita senantiasa selalu mengingat-Nya.

Sungguh Tuhan itu benar-benar Maha adil. Ia pun telah memberikan rasa syukur kepada kita. Yang tanpa kita sadari rasa syukur itu pun datangnya selalu belakangan. Apa pernah kita  berfikir mengapa rasa syukur datangnya selalu belakangan? Saya yakin jarang sekali orang yang berfikir seperti ini. Tuhan menciptakan rasa syukur supaya manusia menjadi lebih taat, dan patuh kepada-Nya.

Menurut saya, syukur dan penyesalan adalah satu paket yang datangnya selalu belakangan. Tuhan menciptakan kedua  rasa tersebut dengan tujuan yang mulia. Agar manusia mau belajar. Belajar bersyukur atas nikmat yang telah Tuhan limpahkan. Dan belajar bersabar atas penyesalan yang telah Tuhan kehendaki.

Lantas mengapa kita masih berfikir Tuhan itu tidak adil? :)

Selasa, 18 September 2012

HIDUP BERPRESTASI?

HIDUP. Sebuah kata yang simpel, namun bila di telaah memiliki arti yang cukup kompleks. Apa sih hidup itu sebenarnya? Menurut kamus bahasa Indonesia, hidup adalah masih terus ada; bergerak sebagaimana mestinya; masih tetap ada; tidak sunyi; tidak mati. Ya begitu lah begitulah hidup dalam arti yang sempit. Lantas timbul pertanyaan di dalam hati saya, "hidup seperti apa sih yang sebenarnya saya harapkan?".Hidup bukan perkara bernyawa. Bukan perkara kenyang. Bukan perkara kaya. Bukan perkara miskin. Tetapi hidup adalah PRESTASI. Ya, menurut saya hidup adalah prestasi. Setinggi apa prestasi yang kita miliki?

Tentu bukan hanya prestasi akademik. Tetapi prestasi kehidupan. Setinggi apa dan seberapa banyak prestasi yang sudah kita ukir? Apa kita sudah berprestasi di mata Tuhan?? Apa kita sudah berprestasi dimata kedua orang tua kita? Ini yang selama ini saya renungkan.

Apa kita sudah benar-benar berprestasi dimata Tuhan? Tuhan, kekasih yang paling setia bagi umat-Nya. Tuhan pendengar yang paling baik. Tuhan pengampun yang baik. Tuhan begitu tulus mencintai kita. Tapi kita? Kita masih sering lalai. Kita masih sering malas. Selalu banyak alasan. Selalu banyak godaan yang membuat kita menjadi lalai. Ibu ku selalu bilang, "Tuhan tidak akan pernah meninggalkan mu nak. Maka, jangan sekali-kali kamu meninggalkan Tuhan". Tapi maafkan kami, Tuhan. Kami masih terlampau jauh dari-Mu. Bimbinglah kami Tuhan, agar kami senantiasa dekat dengan-Mu.

Apakah kita sudah berprestasi dimata kedua orang tua? Belum. Apa bisa di anggap berprestasi apabila kita masih kurang sopan dan kurang santun terhadap kedua orang tua kita? Apa bisa di anggap berprestasi apabila kita masih suka berbohong kepada orang tua kita? Tentu tidak. Kita masih sering mengeluh 'aduh bu/pak aku bosan. aku butuh penyegaran otak'. Coba di ingat apa pernah kedua orang tua kita mengeluh seperti itu? Sedikitpun tidak. Padahal beliau banting tulang demi anak-anaknya.

Apa kita sudah berprestasi dimata lingkungan? Bertegur sapa dengan sesama saja, jarang. Kita mungkin sering bertegur sapa, namun hanya melalui jejaring sosial. Terkadang, kecanggihan teknologi membuat kita tidak peka terhadap lingkungan. Setuju?

Inilah yang mesti kita fikirkan. Hidup bergelimang harta, hidup dengan jabatan tinggi tidak menjadikan kita berprestasi. Masih banyak prestasi yang bisa kita raih. Semoga Tuhan senantiasa mengulurkan tangan ghaib-Nya. Semoga Tuhan senantiasa memeluk kita dengan kasih-Nya.