Minggu, 30 September 2012

Macet di Jakarta? Salah siapa?!

"Jakarta kota ku indah dan megah. Di situ lah aku di lahirkan" ya kurang lebihnya begitulah penggalan lagunya. Apa iya Jakarta kota yang indah dan megah? Hayooo... Menurut saya, Jakarta sih indah. Liat aja kawasan MH Thamrin, Rasuna Said, Sudirman, banyak gedung pencakar langit meeeeeennnn. Saya aja bingung kok bisa ya manusia ngebangun gedung setinggi  dan seapik itu. Ya begitu lah pemikiran anak kampung seperti saya. Apalagi kalau malam, lampu-lampu di Jakarta udah kayak tempat rekreasi. Kereennnn!!!

Tapiii......................
Macetnya itu loh. WOOW BANGET!!! Kalau bahasanya anak sekarang mah "gue tua di jalan nih coy". Terus kalau begini siapa yang harus di salahin? Bingung ya???? Ngga usah bingung lah. Kita berfikir simpel aja. Kalau terlalu serius nanti cepet tua.

Siapa sih di Jakarta yang ngga pernah ngerasain macet? Siapa sih di Jakarta yang ngga pernah ngeluh macet? Ya Petinggi negara lah jawabannya. Asik ya jadi pejabar negara, kemana-mana ngga macet. kemana-mana di kawal.

Tentu ini sangat kontras dengan kaum biasa kayak kita. Macet mungkin udah jadi makanan sehari-hari kita. Setuju? Udah setuju aja biar cepet.

Coba di fikir lagi, sebenernya yang bikin macet tuh siapa? sebenernya yang bikin macet tuh apa? Menurut saya sih yang bikin macet ya kita-kita juga (pengguna jalan). Coba masing-masing menghitung di rumah punya berapa kendaraan? 1? 2? 4? 6?

Salah satu hal yang bikin Jakarta macet itu adalah jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan besarnya jalan. Disini saya tidak akan membahas soal produksi kendaraan. Tapi saya akan membahas tentang kesadaran kita sebagai warga Jakarta.

Coba aja kita dengar harapan warga Jakarta soal CaGub kita. Pasti mereka berharap kemacetan di Jakarta bisa berkurang. Betul? Menurut saya, program kerja CaGub CaWaGub tidak akan berjalan mulus kalau kita (warganya) tidak berpartisipasi.

Mudah saja caranya. Kurangi pemakaian kendaraan pribadi, dan cobalah menggunakan kendaraan umum. Selain bisa memberikan masukan kepada para supir angkot / lainnya. Kita juga bisa menghemat pemakaian BBM di Jakarta. Apalagi sempat ada wacana kalau premium sudah langka.

Mungkin kita bisa bercermin dari negara tetangga. Kaya / miskin. Tua / muda, tidak malu untuk menggunakan transportasi umum. Salah satu penyebab mereka memilih tidak membeli/tidak menggunakan kendaraan pribadi adalah karena biaya kendaraan dan pajak kendaraan yang relatif tinggi.

Jadi buat warga Jakarta yang suka mengeluh macet. Udah saatnya kita beralih ke kendaraan umum. Ya tentu dengan catatan sarana, prasarana, dan keamanan kendaraan umum tersebut mesti lebih di tingkatkan lagi. 

God Bless You JAKARTA.......................................:)

MENGAPA PENYESALAN SELALU DATANG BELAKANGAN?

Mungkin kalimat "mengapa penyesalan selalu datang belakangan?" sering sekali muncul di benak kita. Mungkin kita sering sekali bertanya seperti itu tanpa mencari tau jawabannya.

Kadang manusia berfikir, Tuhan tidak adil. Kalau Tuhan itu Maha Adil, Tuhan tidak mungkin membuat saya menyesal seperti ini. Tapi menurut saya, Tuhan itu benar-benar Maha adil. Tuhan tidak mungkin membiarkan hamba-Nya berlarut-larut dalam rasa penyesalan. Tuhan tentu tidak akan membiarkan hamba-Nya berjalan seorang diri. Tuhan memberikan kita rasa penyesalan agar kita mau belajar. Agar kita senantiasa selalu mengingat-Nya.

Sungguh Tuhan itu benar-benar Maha adil. Ia pun telah memberikan rasa syukur kepada kita. Yang tanpa kita sadari rasa syukur itu pun datangnya selalu belakangan. Apa pernah kita  berfikir mengapa rasa syukur datangnya selalu belakangan? Saya yakin jarang sekali orang yang berfikir seperti ini. Tuhan menciptakan rasa syukur supaya manusia menjadi lebih taat, dan patuh kepada-Nya.

Menurut saya, syukur dan penyesalan adalah satu paket yang datangnya selalu belakangan. Tuhan menciptakan kedua  rasa tersebut dengan tujuan yang mulia. Agar manusia mau belajar. Belajar bersyukur atas nikmat yang telah Tuhan limpahkan. Dan belajar bersabar atas penyesalan yang telah Tuhan kehendaki.

Lantas mengapa kita masih berfikir Tuhan itu tidak adil? :)

Selasa, 18 September 2012

HIDUP BERPRESTASI?

HIDUP. Sebuah kata yang simpel, namun bila di telaah memiliki arti yang cukup kompleks. Apa sih hidup itu sebenarnya? Menurut kamus bahasa Indonesia, hidup adalah masih terus ada; bergerak sebagaimana mestinya; masih tetap ada; tidak sunyi; tidak mati. Ya begitu lah begitulah hidup dalam arti yang sempit. Lantas timbul pertanyaan di dalam hati saya, "hidup seperti apa sih yang sebenarnya saya harapkan?".Hidup bukan perkara bernyawa. Bukan perkara kenyang. Bukan perkara kaya. Bukan perkara miskin. Tetapi hidup adalah PRESTASI. Ya, menurut saya hidup adalah prestasi. Setinggi apa prestasi yang kita miliki?

Tentu bukan hanya prestasi akademik. Tetapi prestasi kehidupan. Setinggi apa dan seberapa banyak prestasi yang sudah kita ukir? Apa kita sudah berprestasi di mata Tuhan?? Apa kita sudah berprestasi dimata kedua orang tua kita? Ini yang selama ini saya renungkan.

Apa kita sudah benar-benar berprestasi dimata Tuhan? Tuhan, kekasih yang paling setia bagi umat-Nya. Tuhan pendengar yang paling baik. Tuhan pengampun yang baik. Tuhan begitu tulus mencintai kita. Tapi kita? Kita masih sering lalai. Kita masih sering malas. Selalu banyak alasan. Selalu banyak godaan yang membuat kita menjadi lalai. Ibu ku selalu bilang, "Tuhan tidak akan pernah meninggalkan mu nak. Maka, jangan sekali-kali kamu meninggalkan Tuhan". Tapi maafkan kami, Tuhan. Kami masih terlampau jauh dari-Mu. Bimbinglah kami Tuhan, agar kami senantiasa dekat dengan-Mu.

Apakah kita sudah berprestasi dimata kedua orang tua? Belum. Apa bisa di anggap berprestasi apabila kita masih kurang sopan dan kurang santun terhadap kedua orang tua kita? Apa bisa di anggap berprestasi apabila kita masih suka berbohong kepada orang tua kita? Tentu tidak. Kita masih sering mengeluh 'aduh bu/pak aku bosan. aku butuh penyegaran otak'. Coba di ingat apa pernah kedua orang tua kita mengeluh seperti itu? Sedikitpun tidak. Padahal beliau banting tulang demi anak-anaknya.

Apa kita sudah berprestasi dimata lingkungan? Bertegur sapa dengan sesama saja, jarang. Kita mungkin sering bertegur sapa, namun hanya melalui jejaring sosial. Terkadang, kecanggihan teknologi membuat kita tidak peka terhadap lingkungan. Setuju?

Inilah yang mesti kita fikirkan. Hidup bergelimang harta, hidup dengan jabatan tinggi tidak menjadikan kita berprestasi. Masih banyak prestasi yang bisa kita raih. Semoga Tuhan senantiasa mengulurkan tangan ghaib-Nya. Semoga Tuhan senantiasa memeluk kita dengan kasih-Nya.